Obyek formal perbuatan kehendak
Dalam pembahasan kasus-kasus perkawinan kanonik terdapat suatu
perbuatan kehendak yang meniadakan kesepakan perkawinan. Pada bahasan
topik ini kita membahas obyek formal perbuatan kehendak itu yakni
hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari tindakan itu dan unsur-unsur yang
dituntut demi berlangsungnya gubungan suami-isteri yang dengannya kedaua
mempelai saling mewujudkan diri dan berkomunikasi satu dengan yang
lain.
Simulasi (kepura-puraan) apa itu?
Jika seseorang melangsungkan upacara perkawinan dan mengetahui apa
itu perkawinan dan tidak menghendaki perkawianan sama sekali atau
melangsungkan perkawinan bertenyantgan dengan kehendak Tuhan, maka
kontrak perkawinan itu tidak sah. Dalam hal ini telah terjadi simulasi
atau kepura-puraan, makasudnya orang itu mengemukakan kehendak yang
tidak dimilikinya.Jika orang itu tidak menghendaki perkawinan sama
sekali, maksudnya memberikan kesepakatan nikah palsu, maka simulasi itu
bersifat total. Jika orang itu bermaksud menginjak jenjang perkawinan
sambil mengesampingkan salah satu unsur atau sifat hakikinya, maka
seimulasi itu bersifat sebagian.
Kanon 1101: tentang simulasi
§ 1: Kesepakatan batin dalam hati diandaikan sesuai dengan kata-kata atau isyarat yang dinyatakan dalam merayakan perkawinan,
§ 2: Tetapi bila salah satu atau kedua pihak dengan tindakan positif
kemauannya mengecualikan perkawinan itu sendiri, atau salah satu unsur
hakiki perkawinan atau salah satu proprietas perkawinan yang hakiki, ia
melangsungkan perkawinan dengan tidak sah.
Pada paragraph pertama, menyatakan bahwa bila seseorang secara
lahiriah menyatakan kesepakatan nikah diandaikan dia memang mempunyai
kesepakatan itu,
Pada paragraph kedua, tidak memberi batasan obyek formal kesepakatan
nikah, tetapi semata-mata menyatakan apa yang tidak boleh dikesampingkan
dari kesepakatan itu, jika sebuah perkawinan mau menjadi sah.
Mengecualikan salah satu sifat perkawinan yang hakiki berarti bermaksud
melangsungkan perkawinan yang tidak mengikat salah satu mempelai untuk
menghentikan konsensus itu atau melaksanakan perkawinan yang mengandung
kemungkinan berpoligami atau menolak memberikan kepada suami/isterinya
satu-satunya hak mutlak untuk perbuatan khas suami-isteri demi kelahiran
anak.
Apa yang termaksud dalam ungkapan salah satu unsur hakiki perkawinan?
Kodeks tidak memberikan suatu daftar tentang unsur-unsur hakiki itu,
tetapi memberikan ruang secara terbuka untuk para kanonis (ahli hukum
Gereja), dan yurisprudensi guna menentukan apa yang terkandung di
dalamnya. Sebenarnya unsur-unsur hakiki dalam perkawinan itu adalah apa
yang perlu untuk membangun persekutuan hidup perkawinan yang bisa
diterima dan dihidupi secara manusiawi menurut anggapan umum dan dari
kodratnya diatur demi kebahagiaan suami-isteri dan kelahiran anak serta
pendidikan anak.
Ungkapan di atas memasukkan juga unsur sakramentalitas dalam sebuah
perkawinan kristiani. Sakramentalitas adalah salah satu unsur hakiki
dari sebuah perkawinan kanonik. Sebab perkawinan itu tidak bisa ada
tanpa unsur sakramentalitas (bdk. Kan. 1055).
Mengecualikan dengan positif kemauannya berarti suatu tindakan
pengecualian itu tidak harus secara lahiriah dinyatakan (dalam kenyataan
jarang terjadi) tapi tetap dibuat secara sadar. Artinya orang itu
bermaksud mengecualikan salah satu sifat atau unsur hakiki dari
perkawinananya. Hal itu sungguh berbeda dengan sekilas terpikirnya
kemungkinan untuk bercerai atau kenyataan bahwa dia tidak tahu apa itu
sebuah perkawinan yakni mengandung sifat tak terputuskan atau mengalami
kekeliruan (bdk. kan. 1100). Maksud pengecualian itu bisa ekspilist atau
implisit. Eksplisit jika pengecualian itu dikehendaki secara langsung,
implisit jika apa yang dikehendaki orang itu adalah suatu perkawinan
yang tidak mengandung salah satu atau yang lain dari unsur dan sifat
hakiki perkawinan.
Simulasi total
Artinya melaksanakan upacara perkawinan tanpa melaksanakan hak dan
kewajiban dari status menikah. Hal itu semacam sandiwara, suatu
kepura-puraan. Simulasi mencakup juga perkara dimana salah satu mempelai
melakukan upacara perkawinan untuk memperoleh status perkawinan
misalnya harta warisan tetapi tidak bermaksud melaksanakan hak dan
kewajiban perkawinan.
Contoh simulasi
Theresia Dajanpeken menikah dengan Wilhelmus Makejang di Gereja.
Keduanya baptis katolik. Perkawinan itu sudah diatur oleh keluarga
mereka. Theresia sama sekali tidak menghendaki perkawinan itu dan
Wilhelmus sangat meragukan perkawinan itu. Dalam kenyataan kedua belah
pihak tidak sepaham. Theresia mengemukakan macam-macam alasan untuk
menghindari atau menunda-nunda perkawinan itu. Tetapi orang tuanya tidak
pernah mengalah. Penyelidikan sebelum perkawinan memang dilaksanakan
tetapi kelihatan tidak mendalam. Bahkan selama upacara perkawinan
Theresia harus ditanya tiga kali sebelum menjawab ya. Sejak permulaan
hidup perkawinan mereka menyerupai bencana. Dalam beberapa hari terjadi
perpisahan, sesudahnya Theresia mengakui terus terang di hadapan banyak
saksi bahwa dia tidak mempunyai kehendak sama sekali untuk menikah
dengan Wilhelmus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar