Ketidaktahuan
Persoalan mendasar bagi calon pasangan suami isteri yang dapat
mengakibatkan cacat kesepakan perkawinan adalah ketidaktahuan tentang
hakekat perkawinan. Ketidaktahuan adalah sumber dari kebodohan yang
mengakibatkan malapetaka bagi keluarga. Ketidaktahuan yang dimaksudkan
dalam kan 1096 adalah ketidaktahuan tentang perkawinan sebagai suatu
persekutuan tetap antara lak-laki dengan perempuan yang terarah pada
kelahiran anak. Ketidaktahuan ini membuat seseorang masa bodoh, tidak
mau tahu dalam kehidupan perkawinan yang sesungguhnya. Bisa jadi
seseorang yang tidak tahu itu menganggap perkawinan sebagai suatu
persekutuan sosial yang dapat dengan mudah berpisah bila menemui
ketidakcocokan dengan pasangan. Persoalan semacam itulah yang sering
terjadi di kalangan keluarga muda zaman ini. Karena ketidaktahuan
tentang hakekat ikatan perkawinan yang sifatnya kekal dan tidak
terputuskan, mereka memilih jalan pintas menceraikan perkawinan bila
sudah tidak cocok dan membangun perkawinan baru dengan berganti
pasangan.
Pengetahuan minimal yang dibutuhkan untuk kesepakatan nikah (Kanon 1096, §1.)
Kan 1096, §1. “Agar dapat ada kesepakatan nikah perlulah para
mempelai sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinan adalah suatu
persekutuan tetap antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerja sama seksual”.
Dengan jelas dikatakan didalam kodeks tersebut bahwa supaya bisa
melaksanakan perkawinan secara sah mempelai harus tahu bahwa perkawinan
itu adalah suatu persekutuan seumur hidup dan bukan untuk jangka waktu
tertentu saja. Kedua calon pengantin juga harus mengetahui bahwa tujuan
perkawinan adalah kelahiran anak, dan mereka sekurang-kurangnya harus
mempunyai pengetahuan umum tentang aktivitas seksual yang merupakan
akibat dari perkawinan agar dengan demikian mereka saling memberi dan
menerima dalam kebebasan untuk bereproduksi.
Ketidaktahuan dalam hal ini tidak diandaikan setelah akil-balik
(dewasa) sebab pengetahuan tentang hal ini berkembang secara alamiah
dengan bertumbuhnya kedewasaan. Ketidaktahuan tentang hal ini sangat
tidak umum dalam masyarakat tradisional tetapi dalam kasus tertentu toh
terjadi. Pertama karena calon pengantin tidak mendapatkan pengetahuan
mendasar tentang seksualitas dan perkawinan katolik, kedua karena
ketidaktahuan itu disebabkan kekeliruan. Ada kemungkinan bahwa seseorang
melaksanakan upacara perkawinan dengan anggapan (asumsi) bahwa upacara
itu adalah suatu tatacara untuk menjanjikan pernikahan di masa yang akan
datang yakni semacam upacara pertunangan. Kasus semacam itu bisa
terjadi dalam perkawinan di mana salah satu mempelai sedang sakit di
tempat tidur dan menjanjikan akan melangsungkan perkawinan di dalam
gedung gereja jika sembuh nanti.
Contoh kasus ketidaktahuan
Contoh: seorang lelaki Katolik yang sudah lama tidak aktif hidup
secara Katolik, hidup bersama dengan dua isteri. Dia tiba-itba sakit
keras. Pastor Paroki dipanggil dan mau membereskan perkawinannya. Pastor
bertanya kepada yang sakit, supaya memilih salah satu dari dua
isterinya. Pihak yang sakit akhirnya memilih salah satu nama sebagai
isterinya dan membarui kesepakatan nikah di depan Pastor dan dua saksi.
Setelah beberapa hari lelaki yang sakit itu sembuh. Ketika penyelidikan
kanonik dilaksanakan ditemukan bahwa lelaki yang sakit itu mengira bahwa
dia dulu itu baru berjanji akan membereskan perkawinan di Gereja
sesudah sembuh. Salah satu istri yang dipilih itu juga tidak mengetahui
banyak tentang apa yang telah terjadi dulu sekitar perkawinan dan ketika
pasangannya sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar