Unsur hakiki dan tujuan perkawinan
Dalam setiap persiapan perkawinan sudah
banyak materi yang diberikan oleh petugas KPP (Kursus Persiapan
Perkawinan) seperti misalnya tentang ekonomi keluarga, sakramen
perkawinan, spiritualitas perkawinan, namun belum banyak bahan yang
diberikan menyangkut hal pokok seperti unsur-unsur hakiki dan tujuan
perkawinan. Apa saja unsur-unsur hakiki dan tujuan perkawinan? Kanon
1055,§1 menyatakan perkawinan terarah pada dua tujuan: “dari kodratnya
perkawinan terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum), kelahiran dan pendidikan anak (bonum prolis)”.
Hal yang sama tentag “bonum prolis” dinyatakan dalam GS, no. 50 bahwa tujuan perkawinan untuk kelahiran dan pendidikan anak. Bonum coniugum diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia berarti kesejahteraan suami-isteri.
Kesejahteraan suami isteri merupakan tujuan personal dari perkawinan,
sekaligus merupakan unsur hakiki dari perkawinan. Maka jika hal itu
tidak ada dalam perkawinan otomatis perkawinan itu dapat dianulir.
Mengapa demikian? Karena suami atau isteri atau keduanya tidak menyadari
atau tidak memiliki unsur yang fundamental (hakiki) dalam membentuk
perkawinan, sehingga perkawinan itu tidak ada.
Dan dalam kenyataan
perkawinan (matrimonium in facto esse) yang demikian itu,
banyak yang bubar karena tidak tercapai kesejahteraan secara personal
dalam perkawinan. Banyak perkawinan saat ini yang mengabaikan unsur
kesejahteraan suami-isteri, mereka tidak siap membangun keluarga karena
faktor ekonomi akibatnya setelah beberapa tahun mereka gagal dan bubar
perkawinannya. Kesejahteraan yang dimaksudkan dalam kodeks ini aspek
ekonomi/materi dan juga rohani/mental.
Kanon 1055, §1: ciri kodratnya perkawinan terarah pada kesejahteraan suami-isteri
Kanon 1055, §1: menyatakan bahwa “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratnya terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak (bonum prolis), antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen (bonum sacramentum). Bila kita telisik lebih dalam sebagai sebuah materi dalam KPP dan sekaligus menjadi bantuan bagi para penggerak KPP, makna “bonum coniugum”
sungguh penting. Praksis hidup perkawinan terarah pada tujuan personal
perkawinan yakni suami dan isteri dalam perjalanan hidup perkawinan
memiliki kesejahteraan hidup (ekonomi/materi dan mental/rohani).
Transformasi “bonum coniugum” dari dicintai menjadi mencintai (aspek mental/rohani)
Dalam hidup suami isteri, “bonum coniugum”
menghendaki agar gagasan cinta berubah dari dicintai ke kedewasaan
untuk mencintai. Hal ini membutuhkan waku yang lama, bertahun-tahun
dalam hidup perkawinan nyata dengan “melupakan diri sendiri” (egoisme)
dan mengutamakan pasangan. Dengan mencintai pasangan suami atau isteri
masing-masing meninggalkan sel penjara kesepian dan keterasingan
yang
disebabkan oleh sikap yang terpusat pada diri sendiri (self centeredness). Dengan mencintai, masing-masing akan merasakan arti persatuan baru, arti “menjadi satu daging”, arti persekutuan hidup (consortium totius vitae).
Lebih dari itu, masing-masing merasakan
potensi membangkitkan cinta dengan mencintai, bukan karena
ketergantungan untuk menerima dengan dicintai dan karena itu harus
menjadi kecil tak berdaya, melainkan sebalikya aku dicintai karena aku
mencintai pasangan. Cinta yang tidak dewasa (kanak-kanak) berkata aku
mencintaimu karena aku membutuhkanmu, sebaliknya cinta yang dewasa akan
mengatakan: aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu.
Kesejahteraan suami isteri sebagai unsur
hakiki dan tujuan personal perkawinan, membutuhkan cinta tanpa syarat.
Dalam perkawinan, “bonum coniugum” sebagai unsur hakiki dan
tujua menghendaki agar suami isteri tidak saling memanfaatkan.
Masing-masing harus belajar berdialog dengan saling mencintai satu sama
lain tanpa syarat. John Powel merangkum pandangannya tentang apa yang
biasanya terjadi atas suami isteri yang berubah dari dicintai menjadi
mencintai dan menemukan kesempurnaan dalam hidup. Ada lima hal pokok
transformasi “bonum coniugum” dari dicintai menjadi mencintai:
•1) Menerima diri sendiri: orang yang yang sepenuhnya giat menerima dan mencintai diri mereka sendiri apa adanya,
•2) Menjadi diri sendiri: orang yang sepenuhnya bebas meneriman jati diri mereka yang sesungguhnya,
•3) Melupakan diri sendiri: belajar
menerima dan menjadi diri mereka sendiri, suami isteri secara utuh dan
total giat mengembangkan diri untuk mencintai pasangan,
•4) Percaya: belajar melampaui perhatian
yang hanya terarah pada diri sendiri dan percaya pada pasangan serta
menemukan makna dalam hidup berpasangan,
•5) Memiliki: hidup yang utuh, menjadikan hidup sebagai rumah yang memilki rasa kebersamaan.
Dalam proses mencintai itu ada 3 tahapan penting. Pertama, kemurahan (kindness):
kepastian kehangatan bahwa aku di sisimu. Aku peduli padamu. Dalam
tahap ini dasar cinta adalah pernyataan untuk memerhatikan kebahagiaan
orang yang dicintai dan penegasan-kepastian atas harga diri pribadi.
Kedua, dorongan (encouragment): menganggap pasangan sebagai
sumber kekuatan dan memberikan ruang yang bebas bagi pasangan untuk
berkembang.
Powel menyebutnya sebagai cinta pasangan yang membebaskan.
Bagi dia, cinta berarti memberikan seseorang akar rasa memiliki, dan
sayap rasa mandiri dan kebebasan. Mendorong berarti memberikan keteguhan
hati kepada pasangannya. Ketiga, tantangan (challenges):
menyatakan kepastian mencintai adalah keputusan dan tegas untuk
bertindak. Setelah menyatakan kemurahan”aku ada untukmu” dan memberikan
keteguhan hati “kamu dapat melakukannya”, cinta sejati harus mengajak
pasangan untuk berkembang; bertumbuh melampaui batas-batas egoisme diri,
mengatasi apa yang selalu dipandang terlalu sulit, memberantas
kebiasaan pasangan yang merusak diri sendiri atau pasangan, mengatasi
rasa takut untuk jujur dan percaya pada pasangan, mengungkapkan perasaan
yang tertekan pada pasangan, menghentikan dendam, memberi maaf dan
pengampunan yang menyembuhkan pasangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar